Apa itu Mitigasi Bencana?
Pengertian Mitigasi
Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessmemnt)
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
Tujuan Mitigasi
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
- Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
- Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
Jenis _ Jenis Mitigasi
Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya.
Mitigsasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut di atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagaia aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian ari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan di masa depan.
Asas dan Prinsip Dasar
Secara umum, Kebijaksanaan Penanggulangan Bencana di Indonesia didasarkan pada asas-asas sebagai berikut :
1. Kebersamaan dan kesukarelaan
2. Koordinasi dan Intergrasi
3. Kemandirian
4. Cepat dan tepat
5. Prioritas
6. Kesiapsiagaan
7. Kesemestaan
Dalam penyusunan strategi nasional mengenai mitigasi bencana terdapat beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan untuk dijadikan dasar penyusunan kebijaksanaan. Sebagai contoh beberapa prinsip yang digunakan Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam konteks Indonesia dapat digunakan, yaitu
Langkah/kegiatan untuk mengurangi dampak/resiko dari bencana:
- Diutamakan untuk keberhasilan ekonomi jangka panjang secara keseluruhan
- Sejalan (compatible) dengan bencana lain
- Dievaluasi agar diperoleh hasil terbaik
- Sejalan dengan bencana teknologi
- Bersifat lokal
- Penekanan pada mitigasi pro-aktif, sebelum tanggap-darurat
- Identifikasi bahaya (Hazard Identification) dan penilaian resiko (Risk Assesment)
- Kerjasama pemerintah, baik pusat maupun daerah, dengan pihak swasta
- Sejalan dengan perlindungan/pelestarian sumberdaya alam/lingkungan
- Pihak yang memilih untuk memperkirakan resiko yang lebih besar harus bertanggungjawab atas pilihan tersebut
Beberapa pertimbangan dalam menyusun program mitigasi, khususnya di Indonesia adalah :
- Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan
- Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya
- Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
- Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri
- Menggunakan sumber daya dan dana lokal (sesuai prinsip desentralisasi)
- Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat tidak mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah
- Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman
- Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik
- Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat
Source:
BAKORNAS PBP 2002, Arahan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia, diakses tanggal 21 April 2008,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar