Pages

Minggu, 27 November 2011

Alat Deteksi Tsunami Buatan Indonesia



indosiar.com, Cilegon - Setelah beberapa kali memasang alat pendeteksi dini tsunami buatan luar negeri dibeberapa tempat strategis, pemerintah Indonesia akhirnya memproduksi dan memasang alat pendeteksi tsunami produksi dalam negeri. 
Pendeteksi berbobot 1,23 ton yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini diujicobakan di Perairan Selat Sunda Merak Banten sebelum dipasang di Perairan Samudera Hindia.


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan uji coba penggunaan alat pendeteksi dini tsunami buatannya di Perairan Selat Sunda Merak Cilegon Banten Selasa (10/04/07) kemarin.
Alat yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini merupakan alat pendeteksi tsunami pertama yang berhasil diciptakan para peneliti Indonesia. Rencananya alat dengan bobot seberat 1,23 ton berharga miliaran rupiah ini akan diletakkan di Perairan Samudera Hindia untuk memberi peringatan dini terhadap terjadinya tsunami di daerah Bengkulu, Lampung, Banten dan Jakarta.


Menurut Ridwan, alat yang terdiri dari dua bagian ini salah satunya akan diletakkan di dasar laut pada kedalaman 2100 meter. Sedang yang lainnya akan diletakkan mengambang di permukaan laut Samudera Hindia.


Alat ini akan bekerja disaat terjadinya gelombang tsunami pertama, dimana sinyal yang dihasilkannya bisa diterima kantor BPPT hanya dalam waktu 3 menit.Sehingga bisa langsung diinformasikan kepada masyarakat. Pemasangan alat ini dilakukan pagi tadi dan menjadi alat pertama buatan Indonesia yang dipasang di Indonesia diantara 21 alat serupa buatan luar negeri. (Heni Murniati Supaidi/Sup)

Mitigasi Tsunami

Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut: 1) penilaian bahaya(hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan 3) persiapan(preparedness) adalah unsur utama model mitigasi.
1. Penilaian Bahaya (Hazard Assessment)
Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian bahaya. Untuk setiap komunitas pesisir, penilaian bahaya tsunami diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan tingkat ancaman (level of risk). Penilaian ini membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik sumber tsunami, probabilitas kejadian, karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai. Untuk beberapa komunitas, data dari tsunami yang pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut. Untuk komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki data dari masa lalu, model numerik tsunami dapat memberikan perkiraan. Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi bahaya tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi dan merancang kedua unsur mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.
1.1. Data rekaman tsunami (Historical tsunami data)
Rekaman data umumnya tersedia dalam banyak bentuk dan di banyak tempat. Format yang ada mencakup publikasi dan katalog manuskrip, laporan penyelidikan lapangan, pengalaman pribadi, berita koran, rekaman film dan video. Salah satu instansi riset penyimpan data terbesar adalah International Tsunami Information Center di Honolulu, Hawaii.
1.2. Data paleotsunami
Penelitian paleotsunami juga dapat dilakukan pada endapan tsunami di daerah pesisir dan bukti-bukti lainnya yang terkait dengan pergeseran sesar penyebab gempabumi tsunamigenik.
1.3. Penyelidikan pasca tsunami
Survey penyelidikian pasca tsunami dilakukan mengikuti suatu peristiwa tsunami yang baru terjadi untuk mengukur batas inundasi dan merekam keterangan saksi mata mengenai jumlah gelombang, waktu kedatangan gelombang, dan gelombang mana yang terbesar.
1.4. Pemodelan numerik
Seringkali karena rekaman data minimal, satu-satunya jalan untuk menentukan daerah potensi bahaya adalah menggunakan pemodelan numerik. Model dapat dimulai dari skenario terburuk. Informasi ini kemudian menjadi dasar pembuatan peta evakuasi tsunami dan prosedurnya.
2. Peringatan (warning)
Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif adalah suatu sistem peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempabumi sebagai peringatan dini, dan data perubahan muka airlaut untuk konfirmasi dan pengawasan tsunami. Sistem peringatan juga mengandalkan  berbagai saluran komunikasi untuk menerima data seismik dan perubahan muka airlaut, dan untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang. Pusat peringatan (warning center) haruslah: 1) cepat – memberikan peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami potensial terjadi, 2) tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang berbahaya seraya mengurangi peringatan yang keliru, dan 3) dipercaya – bahwa sistem bekerja terus-menerus, dan pesan mereka disampaikan dan diterima secara langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
2.1. Data
Sistem peringatan membutuhkan data seismik dan muka airlaut setiap saat secara cepat (real atau near-real time). Sistem ini juga membutuhkan rekaman data gempabumi dan tsunami yang pernah terjadi. Kedua jenis data tersebut dipergunakan untuk dapat secara cepat mendeteksi dan melokalisasi gempabumi tsunamigenik potensial, untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terbentuk, dan untuk memperkirakan dampak potensial terhadap daerah pesisir yang menjadi tanggungjawabnya.
2.1.1. Data seismik
Sinyal seismik – getaran dari gempabumi yang bergerak secara cepat melalui kulit bumi – dipergunakan oleh pusat peringatan untuk mendeteksi terjadinya gempabumi, dan kemudian untuk menentukan lokasi dan skalanya. Berdasarkan informasi tersebut, statistik likelihood tsunami yang terbentuk dapat diperkirakan secara cepat, dan peringatan dini atau informasi yang sesuai dapat dikeluarkan.
Seismometer standard periode pendek (0.5-2 sec/cycle) dan periode panjang (18-22 sec/cycle) menghasilkan data untuk menentukan lokasi dan skala gempabumi. Seismometer skala luas — broadband seismometers (0.01-100 sec/cycle) dapat pula dipergunakan untuk kedua tujuan diatas dan juga untuk penghitungan momen seismik yang sangat berguna untuk menyempurnakan analisis data yang dilakukan.
2.1.2. Data muka airlaut
Pengukur variasi muka laut (water-level gauges) adalah instrumen yang sangat penting dalam sistem peringatan tsunami. Mereka dipergunakan untuk konfirmasi secara cepat tentang kehadiran atau tidaknya suatu tsunami mengikuti peristiwa gempabumi, untuk mengamati perkembangan tsunami, untuk membantu estimasi tingkat bahaya, dan menyediakan alasan untuk memutuskan bahaya telah berlalu. Gauges kadangkala merupakan satu-satunya cara untuk mendeteksi tsunami ketika data seismik tidak mendukung, atau bila tsunami bukan disebabkan oleh gempabumi.
Untuk bisa memberikan peringatan secara efektif, gauges perlu diletakkan di dekat sumber tsunami sehingga konfirmasi secara cepat diperoleh, apakah tsunami telah terbentuk atau tidak, dan perkiraan awal mengenai ukuran tsunami. Mereka harus pula diletakkan diantara sumber dan daerah pesisir yang terancam untuk memonitor perkembangannya dan membantu memprediksi dampaknya. Untuk tsunami lokal, gauges dibutuhkan di sepanjang garis pantai untuk memperoleh konfirmasi tercepat dan untuk evaluasi.
2.1.3. Data rekaman tsunami dan gempabumi
Pusat peringatan membutuhkan akses cepat kepada data rekaman tsunami dan gempabumi untuk membantu memperkirakan apakah suatu gempabumi dari suatu lokasi dapat menyebabkan tsunami, dan apakah tsunami tersebut berbahaya bagi daerah tanggung jawab mereka. Sebagai contoh, adalah sangat berguna untuk mengetahui bila zona subduksi pada suatu daerah pernah mengalami gempabumi berskala 8 tetapi tidak pernah menghasilkan tsunami. Juga sangat berguna untuk mengetahui karakteristik rekaman data muka airlaut untuk tsunami yang berbahaya dan yang tidak berbahaya pada suatu daerah.
2.1.4. Data model numerik
Dewasa ini, pusat peringatan mulai mempergunakan data dari model numerik untuk memberikan panduan dalam prediksi tingkat bahaya tsunami berdasarkan parameter gempabumi dan data muka airlaut tertentu.
2.1.5. Data lainnya
Jenis data lainnya yang diperlukan oleh pusat peringatan adalah seperti data letusan gunungapi atau tanah longsor yang terjadi di dekat tubuh airlaut.
2.2. Komunikasi
Sistem peringatan tsunami membutuhkan komunikasi yang unik dan ekstensif. Data seismik dan perubahan muka airlaut harus dikirim dari lokasi secara cepat dan dapat dipercaya oleh penerima.
2.2.1 Akses data real time
Data seismik dan perubahan muka airlaut supaya berguna haruslah dapat diterima secara cepat real atau very near real time. Banyak teknik komunikasi yang bisa dipergunakan, seperti radio VHF, gelombang mikro, transmisi satelit.
2.2.2. Penyebaran pesan
Penyampaian pesan kepada para pengguna juga sama pentingnya sebagaimana mendapatkan data secara real time. Penyampaian pesan dapat secara cepat dilakukan melalui Global Telecommunications System(GTS) atau Aeronautical Fixed Telecommunications Network (AFTN). Pesan dapat pula disampaikan secara konvensional melalui e-mail, telpon atau fax.
3. Persiapan
Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan peringatan. Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkina terkena bahaya (peta inundasi tsunami) dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tanpa kedua pengetahuan akan muncul kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya tsunami. Tingkat kepedulian publik dan pemahamannya terhadap tsunami juga sangat penting. Jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti sekolah, kantor polisi dan pemadam kebakaran, rumah sakit berada diluar zona bahaya. Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan yang telah ada dan menciptakan breakwater penghalang tsunami juga termasuk bagian dari persiapan.
3.1. Evakuasi
Rencana evakuasi dan prosedurnya umumnya dikembangkan untuk tingkat lokal, karena rencana ini membutuhkan pengetahuan detil tentang populasi dan fasilitas yang terancam bahaya, dan potensi lokal yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah. Tsunami lokal hampir tidak menyediakan waktu yang cukup untuk peringatan formal dan disertai gempabumi, sementara tsunami distan mungkin memberi waktu beberapa jam untuk persiapan sebelum gelombang yang pertama tiba. Sehingga persiapan evakuasi dan prosedurnya harus disiapkan untuk kedua skenario tersebut.
3.1.1. Evakuasi untuk tsunami lokal
Ketika tsunami lokal terjadi, satu-satunya tanda yang ada mungkin hanyalah goncangan gempabumi, atau suatu kondisi yang tidak biasa pada tubuh airlaut. Masyarakat harus mampu mengenali tanda-tanda bahaya tersebut, kemudian pindah segera dan secepatnya kearah darat atau ke arah dataran tinggi karena gelombang tsunami dapat menghantam dalam hitungan menit. Para pengungsi juga menghadapi bahaya yang disebabkan oleh gempabumi seperti tanah longsor,  runtuhnya bangunan dan jembatan yang mungkin menghambat usaha mereka dalam menyelamatkan diri. Untuk itu diperlukan sekali kepedulian publik dan pendidikan tentang tsunami dan kemungkinan bahaya yang mengikuti. Hal ini juga membutuhkan perencanaan resmi tentang zona bahaya dan rute evakuasi yang aman. Kunci utama untuk memotivasi pendidikan publik adalah pemahaman tentang bahaya tsunami dan dimana kemungkinan banjir tsunami tersebut terjadi.
3.1.2. Evakuasi untuk tsunami distan.
Pada kasus tsunami distan, pihak yang berwenang masih memiliki waktu yang cukup untuk mengorganisir evakuasi. Mengikuti peringatan dari pusat peringatan bahwa tsunami telah terbentuk dan waktu kedatangan gelombang pertama telah diketahui, pihak yang berwenang membuat keputusan tentang apakah evakusi diperlukan. Keputusan ini didasarkan kepada data rekaman atau model tentang ancaman dari sumber tsunami dan panduan lebih lanjut dari pusat peringatan tentang pergerakan tsunami. Masyarakat diinformasikan tentang bahaya yang mengancam, dan diinstruksikan tentang bagaimana, kemana, dan kapan harus mengungsi. Badan-badan pelayanan masyarakat seperti polisi, pemadam kebakaran dan tentara, difungsikan untuk membantu kelancaran pengungsian. Zona evakuasi dan rute pengungsian harus ditentukan secara aman, masyarakat harus cukup diberi pengarahan tentang bahaya tsunami dan prosedur evakuasi, sehingga mereka tidak tetap berada di tempat tinggal ketika tsunami datang atau telah kembali ketika ancaman masih belum berakhir. Evakuasi yang tidak perlu harus dikurangi untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem.
3.2. Pendidikan
Mitigasi tsunami harus mengandung rencana untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan oleh masyarakat luas, pemerintah lokal, dan para pembuat kebijakan tentang sifat-sifat tsunami, kerusakan dan bahaya yang disebabkan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi bahaya.
3.2.1 Pendidikan publik.
Pendidikan publik yang dilaksanakan akan efektif bila ikut memperhitungkan bahasa dan budaya lokal, ada-istiadat, praktek keagamaan, hubungan masyarakat dengan kekuasaan, dan pengalaman tsunami masa lalu.
3.2.2. Pendidikan untuk para operator sistem peringatan, manager bencana alam, dan pembuat kebijakan.
Operator sistem peringatan, manager bencana alam, dan pembuat kebijakan harus memenuhi suatu tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap bahaya tsunami. Sebab tsunami, baik lokal maupun distan, jarang terjadi pada suatu daerah tertentu, sehingga orang-orang kunci tersebut tidak memiliki pengalaman probadi terhadap fenomena yang menjadi dasar keputusan menyangkut persiapan atau tindakan yang harus dilakukan ketika bahaya tersebut menimpa.
3.3. Tata guna lahan
Sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk global, daerah pesisir yang rawan tsunami berkembang dengan cepat. Karena tidak mungkin untuk menghentikan pembangunan, sebaiknya dilakukan pencegahan pembangunan fasilitas umum pada zona rawan bencana tsunami, seperti sekolah, polisi, pemadam kebakaran dan rumah sakit yang memiliki arti penting bagi populasi ketika bahaya sewaktu-waktu terjadi. Sebagai tambahan, hotel dan penginapan juga perlu ditempatkan pada lokasi yang sesuai dengan prosedur evakuasi untuk memberikan keamanan kepada para tamunya.
3.4. Keteknikan
Keteknikan dapat membantu mitigasi tsunami. Bangunan dapat diperkuat sehingga tahan terhadap tekanan gelombang dan arus yang kuat. Fondasi struktur dapat dikonstruksikan menahan erosi dan penggerusan oleh arus. Lantai dasar suatu bangunan dapat dibuat terbuka sehingga mampu membiarkan airlaut melintas, hal ini menolong mengurangi sifat penggerusan arus pada fondasi. Bagian penting dari suatu bangunan seperti generator cadangan, motor elevator dapat ditempatkan pada lantai yang tidak terkena banjir. Benda-benda berat berbahaya seperti tanki yang dapat hanyut terbawa banjir sebaiknya ditanamkan ke tanah. Sistem transportasi dikonstruksikan atau dimodifikasi sehingga mampu memfasilitasi evakuasi massal secara cepat keluar dari daerah bahaya. Beberapa struktur penahan gelombang laut seperti seawall, sea dikes, breakwaters, river gates, juga mampu menahan atau mengurangi tekanan tsunami.

Sabtu, 26 November 2011

Alat pendeteksi banjir pertama di indonesia

Palu,beritapalu.com - Bulan Desember ini, banjir melanda hampir seluruh daerah di indonesia. Mulai dari daerah terpencil hingga ibukota negara tak luput dari serangan banjir.untuk mengurangi dampak akibat serangan banjir ini. Di palu, Sulawesi Tengah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai atau BP DAS Palu Poso, memasang alat pendeteksi banjir di daerah-daerah rawan banjir. Alat ini akan berbunyi keras ketika banjir melanda dan memberi peringatan awal sehingga warga lebih waspada.


Di kota palu, alat pendeteksi banjir ini dipasang di jalan sungai Bongka, Kelurahan Ujuna, Kecamatan Palu Barat. Kelurahan ini kerap dilanda banjir. Bahkan,akibat banjir tanggul yang dipasang di
sungai palu jebol sehingga air masuk ke rumah-rumah warga.

Alat pendeteksi banjir yang hanya terdapat di kalimantan selatan dan Sulawesi Tengah ini dipasang di halaman rumah seorang warga yang berdampingan dengan sungai Palu. Alat terdiri atas dua tiang yang dipasangi lampu, sirene dan pemancar satelit serta boks berisi detektor. Lubang yang terdapat di satu tiang berfungsi sebagai deteksi dan pemancar. Saat banjir menggenangi lubang ini, sirene akan berbunyi keras dan pemancar satelit akan memberikan informasi ke instansi terakit di Jakarta bahwa di palu terjadi banjir.

Menurut Baharuddin, warga Palu, suara sirene alat pendeteksi banjir ini sangat keras. Bisa terdengar antara 2-3 kilometer.

Menurut Kepala Balai Pengelolaan DAS Palu Poso Sri Sayuto, alat pendeteksi ini bukan untuk mencegah banjir, tapi untuk memberikan informasi kepada warga bahwa dalam beberapa saat akan terjadi banjir sehingga warga bisa bersiap-siap lebih awal.

pemasangan alat deteksi banjir ini tentu membuat palu tak perlu kuatir bila banjir datang tiba-tiba. Namun,yang terbaik tentu mencegah terjadinya banjir dengan memelihara hutan dan lingkungan sekitar kita.



MENGENAL SISTEM PERINGATAN TSUNAMI INDONESIA

on Rabu, Januari 07, 2009
Setelah dikembangkan mulai tahun 2005 dengan melibatkan kurang lebih 16 institusi, Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia ( Indonesian Tsunami Early Warning System / Ina-TEWS) telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 November 2008. Hal ini adalah berita yang sangat membahagiakan bagi bangsa Indonesia, yang secara geografis memang hidup di negara yang rawan akan bencana alam, khususnya bencana gempa dan tsunami. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setidak-tidaknya ditengarai 25 propinsi dari 33 propinsi di seluruh Indonesia, mempunyai kawasan yang rawan akan tsunami. Dengan diluncurkannya Sistim Peringatan Dini Tsunami tersebut, diharapkan akan semakin menambah kenyamanan hidup masyarakat, karena kapanpun terjadi gempa di Indonesia, dengan cepat sistem ini mampu memberikan informasi ke masyarakt melalui pejabat atau instansi yang ditunjuk.

Membanggakan
Ina-TEWS memang sebuah sistem yang sangat membanggakan, karena hanya dalam waktu yang relatif singkat yaitu kurang lebih 3 tahun berhasil dikembangkan. Dengan kemampuan saat ini yang bisa memberikan peringatan tsunami dalam waktu 5 menit setelah terjadinya gempa, Ina-TEWS dianggap sebagai salah satu sistem yang handal di dunia khususnya dikawasan Samudera Hindia. Dengan tiga pilar utama institusi, yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk Seismic monitoring, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Bakosurtanal untuk Oceanographic monitoring, sistem ini diharapkan mampu memberitahu masyarakat bahwa gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. Dan sebaliknya sistem ini juga sanggup menyatakan bahwa gempa yang terjadi tidak menimbulkan tsunami.

Pada dasarnya Sistem ini diawali dengan Informasi yang disampaikan oleh BMKG tentang adanya gempa dengan besar kekuatan dalam skala Richter, waktu kejadian sampai satuan detik, lokasi dan kedalaman pusat gempa, serta berpotensi atau tidaknya mendatangkan bencana tsunami, dan kemudian akan dikonfirmasi oleh kedua institusi selanjutnya. Secara sederhana bisa disampaikan, apabila terjadi lagi gempa dengan kekuatan dan lokasi sumber gempa seperti di Aceh dan Pangandaran yang menyebabkan Tsunami, maka masyarakat dalam waktu 5 menit bisa diperingatkan dan masih ada selisih waktu kurang lebih 30 s/d 40 menit untuk bisa menyelamatkan diri. Hal ini memungkinkan karena waktu tempuh yang diperlukan oleh Gelombang pertama tsunami mencapai daratan yang rata-rata berjarak 250 km adalah antara kurang lebih 35 s/d 45 menit. Dengan kondisi ini, diharapkan dampak dari tsunami bisa diminimalisir khususnya korban jiwa yang sangat tidak diinginkan.
Integrasi Data dan Informasi

Sistim Peringatan Dini Tsunami ini banyak menggunakan pertukaran dan pengintegrasian data yang dihasilkan oleh sensor yang berbeda yang diletakkan ditempat yang berbeda pula. BMKG menempatkan Seismometer untuk memonitor gempa ditempat-tempat daratan yang rigid dan terpencil atau sepi (untuk mengurangi noise). BPPT menempatkan Wahana Apung (Tsunameter atau tsunami-Buoy) di sekitar kawasan dilaut yang ditengarai sebagai rawan gempa. Bakosurtanal menempatkan Tide-Gauge lebih banyak di tepi pantai untuk memonitor tinggi pasang surut air laut, disamping keberadaan jejaring GPS (Geographycal Positioning System) untuk memantau pergerakan lempeng bumi di lokasi-lokasi yang ditentukan. Seluruh Jejaring Seismometer di Indonesia akan mengirimkan data langsung ke Pusat Nasional dan Pusat Regional. Saat ini ada 10 regional di seluruh Indonesia yaitu di Aceh, Padang, Ciputat, Jogja, Denpasar, Kupang, Makassar, Ambon, Manado dan Jayapura.

Disadari bahwa Pertukaran dan Pengintegrasian Data bukan merupakan hal yang mudah. Itulah salah satu sebab, saat ini dimanapun di dunia, sistim peringatan dini bencana khususnya tsunami menggunakan asas redudancy (pengulangan), dalam arti selalu ada cadangan atau alternatif lain yang mendukung apabila salah satu komponen tidak berjalan dengan semestinya karena berbagai sebab. Sebagai contoh, Pusat Regional akan berfungsi sebagai Pusat Nasional, apabila terjadi sesuatu di Pusat Nasional.
Dalam kaitan integrasi data, disamping mengharapkan data konfirmasi dari Tsunameter yang dikembangkan dan dipasang oleh BPPT serta Tide Gauges oleh Bakosurtanal , saat ini BMKG juga menggunakan Tsunami Database sebagai acuan lain. Untuk penggunaan tsunami database, apabila terjadi gempa didaerah tertentu maka database yang berisi sejarah kejadian tsunami didaerah tersebut akan memberikan tambahan acuan untuk memutuskan ada tidaknya potensi tsunami. Hal ini diharapkan akan menambah “amunisi” dasar perhitungan yang kuat bagi petugas di BMKG untuk menentukan berpotensi atau tidaknya gempa yang terjadi menimbulkan tsunami.

Kelembagaan.
Pertukaran dan Pengintegrasian Data bisa dipermudah dengan Pertukaran dan pengintegrasian Informasi. Untuk mengubah data menjadi informasi, dibutuhkan Pakar-pakar dibidang masing-masing. Menggarisbawahi bahwa waktu yang tersedia untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana tsunami di Indonesia sangatlah singkat, seluruh pertukaran dan pengintegrasianpun harus dilakukan secepat dan seakurat mungkin. Artinya harus meminimalisir faktor dan tingkat kesulitan yang ada. Faktor dan tingkat kesulitan dalam mengembangkan konsep pengintegrasian data lebih banyak menyangkut pada pengintegrasian server sebagai kotak data. Tetapi pertukaran dan pengintegrasian informasi, lebih kepada “penyatuatapan” pakar masing-masing dalam sebuah manajemen. Hal ini penting dilakukan mengingat keterbatasan waktu yang dibutuhkan untuk segera memberikan keputusan ada tidaknya bencana tsunami disamping koordinasi yang memang masih agak sulit untuk dilaksanakan.

Untuk meminimalisir faktor dan tingkat kesulitan dalam pertukaran dan pengintegrasian baik data ataupun informasi, langkah yang paling tepat untuk segera dilaksanakan adalah Pengembangan Pusat Peringatan Tsunami Nasional (National Tsunami Warning Center /NTWC). Dengan dikembangkannya NTWC ini, seluruh pakar maupun jejaring peralatan terkait, akan berada dalam satu kesatuan manajerial. Lembaga seperti ini juga dikembangkan di negara lain seperti Pacific Tsunami Warning Center (PTWC) di Amerika Serikat.

Disamping semakin mudahnya pertukaran data dan informasi, NTWC juga bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan keberlanjutan (sustainability) dari Ina-TEWS dari sisi pengembangan kelembagaan yang sangat dibutuhkan dimasa yang akan datang. Investasi yang telah ditanamkan untuk mengembangkan Sistim Peringatan Dini Tsunami di Indonesia mulai dari tahun 2005 baik yang berasal dari APBN maupun donasi dari negara-negara donor sudah tentu akan membutuhkan biaya operasi dan perawatan yang tidak sedikit. Hal ini guna menjamin keberlangsungan untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana alam khususnya tsunami yang memang sudah tertakdirkan ada bersama

MITIGASI BANJIR

Banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan- tindakan seperti: 

1. Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.


2. Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.


3. Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari perumahan.


4. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.


5. Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung dalam badan sungai saat hujan.


6. Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan dan semak belukar.


7. Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.


8. Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah lain.


Tindakan-tindakan pencegahan ini sebaiknya dimulai dan dilaksanakan 2-3 bulan sebelum musim hujan. Permohonan untuk dukungan dapat ditujukan kepada institusi pemerintahan seperti Departemen Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.


sumber : http://arie-yona.blogspot.com/2008/12/mitigasi-banjir.html

Rangkaian Sensor Air | Skema Rangkaian Sensor Pendeteksi Banjir

Rangkaian Sensor Air atau Rangkaian Sensor Pendeteksi Banjir merupakan rangkaian yang mudah dan sederhana dengan memanfaatkan sifat karakteristik transistor sebagai saklar. Apalagi rangkaian sensor air sangat membantu kita misalnya untuk otomatisasi pengisian air pada bak mandi, pendeteksi banjir jika seandainya daerah anda sering dilanda banjir dan bisa digunakan untuk aplikasi lainnya.
Berikut komponen yang digunakan untuk membuat rangkaian sensor air atau Rangkaian Sensor Pendeteksi Banjir :
·         Supply/baterai 9 volt
·         Relay 5 volt
·         Buzzer/alarm
·         Resistor 1 K
·         Transistor NPN (2N2222A)
·         2 buah kawat
Rangkaian sensor air atau rangkaian pendeteksi banjir
Gambar Rangkaian sensor air atau rangkaian pendeteksi banjir

Prinsip kerja dari rangkaian sensor air | rangkaian pendeteksi banjir diatas adalah ketika bak mandi sudah terisi penuh maka ujung kedua kawat akan terkena air, dimana air disini sebagai konduktor yang baik untuk menghantarkan arus, sehingga bisa mengaktifkan transistor sebagai saklar otomatis dan transistor mengaktifkan relay yang kemudian buzzer/alarm akan berbunyi untuk memberitahukan kita bahwa bak mandi sudah terisi penuh.